Ini cerita tentang kemaren. Saya yang masih tinggal sementara (numpang) di kosan saudara saya (Bang Agung), ingin pergi ke tempat kosan yang telah saya sewa. loh, kok gitu?
hehe.. Sebenarnya saya telah mendapatkan tempat kos yang memang harus saya tempati. Tapi, karena masih minimnya peralatan yang saya miliki, maka sementara saya masih menginap di tempat saudara saya. Lagian Bang Agung juga sedang pulang kampung dan dengan secara ikhlas bersedia kosannya saya tempati untuk sementara.
Baiklah, back to topic..
Saya menuju kesana dengan angkot. FYI, Kosan saudara saya berada di cileunyi, sedangkan kosan saya berada di Cibiru. Jarak yang lumayan jauh untuk berjalan kaki. Dan saya rasa, uang dua ribu rupiah sudah sangat murah untuk ongkos kesana.
Dengan membawa sebuah tas sandang yang berisi Bedsheet dan selimut munyil yang saya beli pada hari sebelumnya (lihat posting sebelumnya), saya turun dari angkot tepat di Bunderan Cibiru. dari sana saya harus menyeberang ke seberang jalan untuk mencapai tujuan saya.
Nah, saat saya sedang ingin menyebrang, tiba-tiba seorang bapak datang menghampiri saya dan kelihatannya beliau sangat letih. Awalnya dia bertanya gini, "Ke caheum yang jalur sana kan?"beliau menunjuk ke arah jalur yang kanan. kebetulan di saa ada dua jalur jalan. Yang di sebelah kanan menuju ke Terminal Cicaheum dan yang kiri ke Cicadas. Karena memang prnyataannya betul, saya langsung saja mengangguk.
Tiba-tiba sang Bapak mengajak saya duduk di Trotoar. Sambil menanyakan tujuan saya, saya melihat beliau menarik nafas tak karuan. Kelihatannya memang sungguh letih. Tanpa saya minta beliau sedikit mengobrol dengan saya. Sayangnya Beliau menggunakan bahasa sunda, dan saya sangat minim akan kemampuan bahasa yang satu ini. Ditambah lagi saya orang baru dan dari kepulauan yang berbeda pula. Dan sudah tentu budayanya termasuk bahasa juga sangat berbeda.
Tapi, saya sedikit mengerti juga apa yang Bapak tersebut sampaikan. Katanya beliau juga dari Cileunyi dan beliau ke Cibiru jalan kaki. Dan beliau juga menyebut-nyebutkan uang 75ribu. Kedengarannya sang Bapak kehilangan dompet. Beliau terus bercerita, tapi saya cuma bisa tersenyum simpul. Ingin rasanya saya menjelaskan kalau saya belum bisa berbahasa Sunda. Tapi Bapak tersebut seperti enggan untuk berhenti berbicara dan saya terpaksa pura-pura mengerti. Lebih kurang (mungkin) 10 menit beliau bercerita. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba beliau bertanya, "Kamu bukan orang sini, ya? Dari mana?" sesimpel mungkin saya jawab, "Jambi, pak"
Dan ternyata responnya sangat mengecewakan. "Jambi? baru denger. daerah mana?" glekk..
Saya sempat berfikir, Jambi, kok kayaknya nggak diakui negara deh. masa nama provinsi aja nggak kenal. belum lagi kalau saya bilang saya dari Kerinci. bisa-bisa saya dianggap manusia planet. Kenapa sih Jambi sangat tidak masuk daftar. sudah banyak saya dengar kalau orang-orang yang berada di Pulau Jawa tidak mengetahui Jambi. Pertanyaan saya, ini salah orang-orang yang tidak tahu atau kesalahan pemerintah Jambi yang tidak becus?
-------> Back to topic
Berusaha sabar, saya menjelaskan singkat, "Sumatra, pak"
dan bisa di tebak jawaban sang Bapak adalah sebuah bunyi O yang sangat bulat dan memiliki enam harakat.
"Ya udah, bapak mau pergi dulu. Untung bapak cepet-cepet jalan tadi, Kalo nggak bisa dibunuh sama mereka." glekk. Saya terkejut mendengar kalimat terakhirnya. Rupanya Sang Bapak sedang mencari pertolongan. Aduh, kurang ajarnya saya. Coba deh bayangkan, disaat Sang Bapak menceritakan musibahnya, respon saya cuma tersenyum seolah-olah Sang Bapak baru memenangkan Kuis Super Deal Dua Milyar. Dan Sang Bapak melanjutkan perjalanannya dan terlihat sedikit kecewa. Oh, Tuhan.. Maafkan hambamu yang kurang ajar ini..
Pesan, Usahakan anda bisa mengerti bahasa setempat, atau kalau tidak jelaskan dulu kalau anda tidak mengerti agar tidak terjadi seperti apa yang saya alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar